Sabtu, 28 Maret 2009

Pemadaman Listrik Tanggal 28 Maret 2009

Rencananya pada tanggal 28 Maret 2009 nanti akan dilakukan pemadaman listrik di Jakarta yang akan berlangsung pada jam 20:30 WIB sampai dengan 21:30. Ada yang mau ikutan?

Pemadaman lampu selama 1 jam ini merupakan salah satu gerakan Earth Hour yang dipelopori oleh WWF. Dengan mematikan lampu selama satu jam dipercaya akan membantu mendinginkan bumi yang telah bekerja setiap hari dan mengurangi pemanasan global.

Jakarta sering disebut sebagai “the city never sleeps”, tidak kalah dengan New York, karena Jakarta juga tetap ‘hidup’ di malam hari. Karena itu Jakarta terpilih sebagai salah satu Kota yang berpartisipasi ikut memadamkan listrik dalam rangka gerakan Earth Hour.

Terus terang saya agak meragukan rencana ini, karena apakah semua mau ikut membantu jalannya rencana ini? Walaupun banyak gedung-gedung besar yang berencana akan memadamkan listrik, bagaimana dengan pusat berbelanjaan dan tempat hiburan? Saya sedikit skeptis, apakah pada tanggal segitu akan banyak orang yang berpartisipasi dan memadamkan listrik?

Tentunya saya juga mengimbau warga Jakarta agar bersedia memadamkan listrik di rumahnya. Hal itu sangat membantu program Earth Hour.

Siapkan segala sesuatu sebelum mematikan listrik, misalnya menampung air, siapkan lampu cadangan, pasang lilin biar romantis, atau bernyanyi bersama di tengah kegelapan. Cobalah mematikan listrik untuk mendukung program Earth Hour ini. Ajakan ini terbuka untuk siapa saja dan di mana saja agar memadamkan listrik. Tidak hanya di Jakarta lho…

Berikanlah nafas untuk bumi, satu jam saja!

Hukum Pemilu Menurut Syariat Islam

Pemadaman Listrik Tanggal 28 Maret 2009

Rencananya pada tanggal 28 Maret 2009 nanti akan dilakukan pemadaman listrik di Jakarta yang akan berlangsung pada jam 20:30 WIB sampai dengan 21:30. Ada yang mau ikutan?

Pemadaman lampu selama 1 jam ini merupakan salah satu gerakan Earth Hour yang dipelopori oleh WWF. Dengan mematikan lampu selama satu jam dipercaya akan membantu mendinginkan bumi yang telah bekerja setiap hari dan mengurangi pemanasan global.

Jakarta sering disebut sebagai “the city never sleeps”, tidak kalah dengan New York, karena Jakarta juga tetap ‘hidup’ di malam hari. Karena itu Jakarta terpilih sebagai salah satu Kota yang berpartisipasi ikut memadamkan listrik dalam rangka gerakan Earth Hour.

Terus terang saya agak meragukan rencana ini, karena apakah semua mau ikut membantu jalannya rencana ini? Walaupun banyak gedung-gedung besar yang berencana akan memadamkan listrik, bagaimana dengan pusat berbelanjaan dan tempat hiburan? Saya sedikit skeptis, apakah pada tanggal segitu akan banyak orang yang berpartisipasi dan memadamkan listrik?

Tentunya saya juga mengimbau warga Jakarta agar bersedia memadamkan listrik di rumahnya. Hal itu sangat membantu program Earth Hour.

Siapkan segala sesuatu sebelum mematikan listrik, misalnya menampung air, siapkan lampu cadangan, pasang lilin biar romantis, atau bernyanyi bersama di tengah kegelapan. Cobalah mematikan listrik untuk mendukung program Earth Hour ini. Ajakan ini terbuka untuk siapa saja dan di mana saja agar memadamkan listrik. Tidak hanya di Jakarta lho…

Berikanlah nafas untuk bumi, satu jam saja!

Hukum Pemilu Menurut Syariat Islam

Pemilu di Indonesia saat ini ditujukan untuk: 1) Memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPR/Parlemen; 2) Memilih penguasa.
1. Memilih wakil rakyat.
Dalam pandangan hukum Islam, Pemilu untuk memilih wakil rakyat merupakan salah satu bentuk akad perwakilan (wakalah). Hukum asal wakalah adalah mubah (boleh). Dalilnya antara lain: Pertama, hadis sahih penuturan Jabir bin Abdillah ra. yang berkata: Aku pernah hendak berangkat ke Khaibar. Lalu aku menemui Nabi saw. Beliau kemudian bersabda:
Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah olehmu darinya lima belas wasaq (HR Abu Dawud)

Kedua, dalam Baiat ‘Aqabah II, Rasulullah saw. pernah meminta 12 wakil dari 75 orang Madinah yang menghadap kepada Beliau saat itu. Keduabelas wakil itu dipilih oleh mereka sendiri.
Wakalah itu sah jika semua rukun-rukunnya dipenuhi. Rukun-rukun tersebut adalah: adanya akad (ijab-qabul); dua pihak yang berakad, yaitu pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl); perkara yang diwakilkan; serta bentuk redaksi akad perwakilannya (shigat tawkîl). Semuanya tadi harus sesuai dengan syariah Islam.

Menyangkut Pemilu untuk memilih wakil rakyat, yang menjadi sorotan utama adalah perkara yang diwakilkan, yakni untuk melakukan aktivitas apa akad perwakilan itu dilaksanakan. Dengan kata lain, apakah aktivitas para wakil rakyat itu sesuai dengan syariah Islam atau tidak. Jika sesuai dengan syariah Islam maka wakalah tersebut boleh dilakukan. Sebaliknya, jika tidak sesuai maka wakalah tersebut batil dan karenanya haram dilakukan.

Sebagaimana diketahui, paling tidak, ada 2 (dua) fungsi utama wakil rakyat di DPR/Parlemen. Pertama: melegislasi UUD/UU. Berkaitan dengan fungsi legislasi ini, tidak ada pilihan lain bagi kaum Muslim dalam mengatur kehidupan pribadi, masyarakat, dan negaranya kecuali dengan menggunakan syariah Allah SWT (Lihat, misalnya: QS Yusuf [12]: 40; QS an-Nisa [4]: 65; QS al-Ahzab [33]: 36). Oleh karena itu, setiap aktivitas pembuatan perundang-undangan yang tidak merujuk pada wahyu Allah (al-Quran dan as-Sunnah) merupakan aktivitas menyekutukan Allah SWT (Lihat: QS at-Taubah [9]: 31). Pelakunya juga bisa terkategori kafir, fasik atau zalim (Lihat: QS al-Maidah [5]: 44; 45; 47).

Dalam Islam, kedaulatan hanyalah milik Allah, bukan milik rakyat sebagaimana yang terdapat dalam sistem demokrasi. Artinya, yang diakui dalam Islam adalah ‘kedaulatan syariah’, bukan kedaulatan rakyat. Ini berarti, dalam Islam, hanya Allahlah yang berhak menentukan halal-haram, baik-buruk, haq-batil, serta terpuji-tercela; bukan manusia (yang diwakili oleh para wakil rakyat) sebagaimana dalam sistem demokrasi. Allah SWT berfirman:

Hak membuat hukum itu hanyalah milik Allah (QS Yusuf [12]: 40)

Karena itu, hukum wakalah dalam konteks membuat dan melegalisasikan UU yang tidak bersumber pada syariah, atau hukum Allah, jelas tidak boleh.

Kedua: fungsi pengawasan. Menyangkut fungsi pengawasan DPR/Parlemen—berupa koreksi dan kritik terhadap pemerintah/para penguasa atau UU yang digodok dan dihasilkan oleh DPR—jelas hukumnya wajib secara syar’i. Fungsi tersebut terkategori ke dalam aktivitas amar makruf nahi munkar, yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim, terlebih para wakil rakyat.
Jadi, dalam pandangan hukum Islam, Pemilu untuk memilih para wakil rakyat hukumnya dikembalikan kepada dua fungsi yang mereka mainkan di atas.

2. Memilih penguasa.

Adapun dalam konteks memilih penguasa, Islam memiliki pandangan tersendiri yang berbeda dengan pandangan politik demokrasi sekular. Dalam sistem politik Islam, aktivitas memilih dan mengangkat penguasa (imam/khalifah) untuk melaksanakan hukum-hukum Islam bukan hanya boleh, bahkan wajib. Sebab, imam/khalifah tersebut diangkat dalam rangka menjalankan hukum-hukum syariah dalam negara, dan ketiadaan imam/khalifah akan menyebabkan tidak terlaksanakan hukum-hukum syariah tersebut.

Adapun dalam sistem demokrasi, Pemilu untuk memilih penguasa adalah dalam rangka menjalankan sistem sekular, bukan sistem Islam. Karena itu, status Pemilu Legislatif tidak sama dengan Pemilu Eksekutif. Dalam konteks Pemilu Legislatif, status Pemilu tersebut merupakan akad wakalah sehingga berlaku ketentuan sebelumnya. Namun, dalam konteks Pemilu Eksekutif, statusnya tidak bisa lagi disamakan dengan status akad wakalah, melainkan akad ta’yîn wa tanshîb (memilih dan mengangkat) untuk menjalankan hukum-hukum tertentu. Dalam hal ini statusnya kembali pada hukum apa yang hendak diterapkan. Jika hukum yang diterapkan adalah hukum Islam maka memilih penguasa bukan saja mubah/boleh, melainkan wajib. Demikian juga sebaliknya.


Tinjauan Politik
Selain tinjauan dari segi syariah, Pemilu (khususnya dalam memilih para wakil rakyat) dan fenomena golput juga bisa ditinjau dari kacamata politik. Dalam hal ini, Jubir HTI, HM Ismail Yusanto, berpandangan: Pertama, UU Pemilu sendiri menyebut bahwa memilih itu hak, bukan kewajiban. Jadi, bagaimana mungkin hak itu dihukumi haram ketika orang itu tidak mengambilnya. Lagipula, memilih untuk tidak memilih itu berarti juga memilih. Jadi, fatwa haram golput itu sendiri secara filosofis bermasalah.

Kedua, sekarang ini berkembang fenomena golput di mana-mana. Dalam Pilkada itu golput sampai 45%-47%. Ini angka yang sangat tinggi. Itu harus dipahami secara lebih mendalam. Jangan-jangan itu merupakan cerminan dari ketidakhirauan masyarakat karena mereka melihat bahwa proses politik (Pemilu) itu tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap kehidupan mereka.

Ketiga, ketika orang tidak menggunakan pilihan politiknya tidak bisa dikatakan bahwa dia apolitik. Sebab, boleh jadi hal itu didasarkan pada pengetahuan politik dan sikap politik; bahwa dia tidak mau terus-menerus terjerumus dalam sistem sekular yang terbukti bobrok ini.

Keempat, terkait dengan Hizbut Tahrir, Hizb memandang bahwa aktivitas politik itu tidak berarti mengharuskan Hizb ada di parlemen. Mengoreksi penguasa adalah bagian aktivitas politik. Mendidik umat dengan pemikiran dan hukum-hukum Islam juga merupakan aktivitas politik. Selama ini, itulah di antara yang telah, sedang dan akan terus-menerus dilakukan oleh Hizb (Hizbut-tahrir.or.id, 27/1/2009).

Kamis, 05 Maret 2009

http://www.youtube.com/watch?v=Ye-F4K3p1vQ

Sabtu, 14 Februari 2009

PBNU Kritik Film Perempuan Berkalung Sorban

PBNU menyatakan keprihatinannya atas penayangan film Perempuan Berkalung Sorban (PBS) dinilainya mendiskreditkan pesantren

Hidayatullah.com—Sikap keprihatinan NU disampaikan Sekjen PBNU Endang Turmudi baru-baru ini sebagaimana dikutip situs resmi NU, www.nu.or.id. “Pesantren dalam film tersebut digambarkan sangat tidak sesuai dengan realitas, sebagai institusi pendidikan agama yang kolot, anti perubahan dan tertutup,” katanya.

Ia mengaku menonton film ini di sebuah bioskop di Surabaya setelah munculnya kontraversi di media.

Dalam film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini, pesantren digambarkan sangat tradisional. Buku-buku yang tidak sesuai dibakar. Perilaku anak kiai yang biasa dipanggil Gus juga digambarkan dengan tampilan kejam terhadap istrinya.

“Pesantren jarang ditampilkan dalam film, lho pas menjadi cerita dalam film, malah digambarkan dengan sangat negatif,” terangnya.

Ia takut gambaran ini akan memberi citra buruk kepada kelompok masyarakat yang selama ini tidak faham dengan dunia pesantren.

Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini memahami seorang seniman berhak untuk berkreasi, namun disisi lain, juga harus menghargai sebuah kultur dengan nilai-nilai yang dimilikinya.

“Kebebasan tidak berarti bisa mendiskreditkan fihak lain dengan seenaknya,” tandasnya.

Sayangnya, sejauh ini belum banyak kalangan pesantren yang berbicara mengenai film ini. Suara paling keras datang dari Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Ali Mustofa Ya’kub.

Setelah kesuksesan film Ayat-Ayat Cinta, dunia perfilman nasional banyak mengangkat tema tentang Islam dan pesantren. Selaim PBS, sudah beredar 3Doa3Cinta dan sedang dalam penggarapan adalah Ketika Cinta Bertasbih. [nuoid/www.hidayatullah.com 14 February 2009)

MUI Jabar Haramkan Peringatan Hari Valentin

Umat Islam diharamkan mengikuti peringatan hari kasih sayang atau lebih dikenal dengan sebutan Valentine’s Day yang diperingati setiap tahun pada tanggal 14 Februari.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat, KH Drs Hafidz Utsman, di kantor MUI Jabar, Jalan RE Martadinata No105 Bandung, Jumat.

“Bagi Umat Islam ikut valentine, itu haram,” tegasnya. Ia mengatakan, budaya peringatan valentine ialah budaya yang berasal dari non muslim.

“Valentine itu kan dari budaya luar, dan asal usul valentine itu orang pacaran yang tidak pakai norma agama, jadi kenapa harus orang islam harus meniru budaya itu,” katanya.

Menurut dia, dalam ajaran Islam tidak mengenal peringatan hari kasih sayang, karena Islam memandang setiap hari ialah hari kasih sayang.

Dikatakannya, meskipun mengharamkan perayaan valentine day untuk warga muslim, pihaknya tidak melarang bagi orang non muslim yang akan merayakan hari kasih sayang.

“Kalau ada orang non muslim yang merayakan valentine silahkan saja, selama tidak mengganggu kita (warga muslim),” katanya. (kompas.com, 14/02/09)

Dialog Muslimah Kendari: Telaah Kritis Budaya Valentine Days

HTI-Press. Muslimah Hizbut Tahrir Kota Kendari menggelar Dialog Muslimah “Selamatkan Generasi Dari Bahaya Liberalisme“, Minggu (8/2) di Gedung Islamic Centre Kendari. Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 100 Peserta dari berbagai sekolah di Kota Kendari. Kegiatan ini diawali pemutaran film fakta gaya hidup bebas remaja.

Pemerhati Remaja dan Aktivis MHTI Kota Kendari Nida Afifah, SE mengungkapkan keprihatinannya terhadap fenomena Valentine Days yang marak di kalangan remaja muslim. Remaja muslim merayakan Valentine Day dengan memberikan coklat pada kekasih, tukar kado sebagai tanda sayang, bahkan tukar–tukaran pasangan untuk semalam, kemudian melakukan free sex. Akibatnya, merebak penyakit – penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS, PMS dan sebagainya di kalangan remaja.

“V’Day simbol kebebasan perilaku. Dengan Valetine Day terjadi penghancuran sistematis generasi muda secara tidak langsung.”

Menurut The Word Book Encyclopdia ’98, V’Days merupakan perayaan lupercelia (dewa masa Romawi Kuno). Pada tahun 496 M Katolik masuk Roma dan Valentine Day menjadi tradisi upacara suci geraja Katolik. Sedangkan menurut The Caholic Encyclopedia vol.XV, Valentine Day merupakan perayaan upacara kematian St.Valentin. Perayaan Valentine Day yang keblablasan ini dapat menyebabkan lost generation.

Guru salah satu SMU yang sekaligus anggota DPD MHTI Sultra itu, Istiqomah, S.Kom, memaparkan tiga poin penyebab kenapa remaja latah ikut–ikutan merayakan V’Day. Pertama, ketiadaan visi hidup dan lemahnya pemahaman remaja mengenai Valentine Day. Kedua, kontrol masyarakat lemah terhadap permasalahan remaja. Ketiga, ketiadaan negara yang mampu menciptakan suasana kondusif, agar remaja tidak melakukan hal–hal terlarang.

“Setiap muslim wajib berkaca terhadap hukum syara’ dalam menyelesaikan permasalahan saat ini,” kata Ustazah Istiqomah.

Tiga poin penting yang harus dilakukan. Pertama, individu harus menyadari hakekat penciptaannya di dunia ini untuk beribadah kepada Allah. Dengan mengkaji Islam, maka seorang remaja akan memahami aturan – aturan apa saja yang diperintahkan Allah dan mengamalkan dalam hidup. Kedua, kontrol masyarakat yang kuat seperti kewajiban berdakwah atau mengingatkan individu–individu menyimpang dari aturan-aturan Islam. Ketiga, negara harus menerapkan aturan Islam secara kaffah atau menyeluruh, sehingga membentuk suasana kondusif individu – individu, supaya tetap menjalankan aturan – aturan Islam kaffah dalam kehidupan keseharian.

Peserta sangat antusias mengikuti acara. Dalam sesi dinamika kelompok semua peserta sepakat memberikan respon atau tanggapan bahwa V’Days tidak ada dalam islam dan remaja muslim tidak boleh ikut – ikutan merayakannya. Allahu Akbar!!!

Senin, 09 Februari 2009

Download Foto-foto Pembantaian Anak-anak Palestina

Download Foto-foto Pembantaian Anak-anak Palestina oleh Tentara Israel

Palestinian kid killed by IsraelBarat dan kaki tangannya kelompok Islam Liberal sering mengidentikkan ummat Islam dengan kekerasan. Sebagai contoh kasus “Kekerasan” di Monas antara FPI dengan Pembela Aliran Sesat Ahmadiyah digembar-gemborkan media massa pro Ahmadiyah selama berminggu-minggu. Padahal kalau kita teliti sama sekali tidak ada korban yang mati di situ.

Tapi di Palestina di mana ratusan ribu warga sipil dibantai termasuk wanita dan anak-anak oleh Israel yang didukung oleh AS, kelompok “Anti Kekerasan” di Indonesia diam seribu basa. Mereka justru dengan tenang bekerjasama dengan Israel dan AS yang justru telah dan sedang membantai ratusan ribu Muslim di Palestina, Iraq, dan Afghanistan. Mereka menikmati kucuran dana dari Israel dengan AS dengan menjadi pengurus Yayasan Yahudi Shimon Peres atau LSM-LSM yang mendangkalkan aqidah ummat Islam.

Berikut foto-foto pembantaian anak-anak Palestina oleh tentara Israel. Silahkan download di:

http://syiarislam.wordpress.com

Minggu, 08 Februari 2009


VALENTINE OH VALENTINE !

Boleh jadi tanggal 14 Pebruari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari valentine, sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.

Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasan valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.

Perayaan Valentine’s Say adalah Bagian dari Syiar Agama Nasrani

Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.

Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.

The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Encylopedia 1998).

Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6)

Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.

Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.

Valentine Berasal dari Budaya Syirik.

Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.

Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid (bayi bersayap dengan panah)” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.

Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.

Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka, naudzu billahi min zalik.

Semangat valentine adalah Semangat Berzina

Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.

Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.

Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.

Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.

Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?

Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.

Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Di barat, zina dilakukan oleh siapa saja, tidak selalu Allah SWT berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS Al-Isra’: 32)

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
(Ust. Ahmad Sarwat, Lc)